Yushinta Fujaya: Penemu Metode Melunakkan Cangkang Kepiting

Yushinta Fujaya di indonesiaproud wordpress comJika anda ke Makassar, cobalah anda mampir dan menikmati santap siang kepiting goreng berlumur tepung terigu di kantin Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin (Unhas). Kepitingnya renyah dan rasanya gurih. Semua bahkan bisa dimakan, tidak ada yang dibuang,

Menu kepiting goreng yang renyah tersebut bisa dinikmati karena peran Yushinta Fujaya, salah satu guru besar Unhas. Dialah penemu metode kepiting lunak goreng tepung dan peraih Penghargaan Invensi Ekstrak Bayam untuk Produksi Kepiting Lunak pada tahun 2009.

Wanita kelahiran Ujung Pandang, 23 Januari 1965 ini sehari-harinya bekerja sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Unhas. Ia menjelaskan bahwa kepiting empuk itu merupakan hasil risetnya yang dikerjakan sejak 2007.

Yushi, panggilan akrab Yushinta, meneliti kepiting soka yang hidup di sungai-sungai untuk dijadikan oleh-oleh khas Makassar. Namun, selama ini orang kesulitan mengkonsumsi kepiting karena cangkangnya yang sangat keras.

“Kalau makan kepiting, banyak yang harus dibuang terutama cangkang kerasnya. Di Thailand, dilakukan metode memutilasi kaki kepiting untuk merangsang pelepasan cangkang. Yang saya kerjakan tidak demikian. Kaki kepiting tetap utuh,” jelas Dosen Berprestasi Unhas tahun 2010 ini.

Dia pun tidak setuju mutilasi kaki kepiting karena dianggap tidak etis dan tidak memenuhi standar kepatutan. Selain itu untuk memproduksi kepiting lunak, seharusnya kepiting tetap dipelihara bersama kulit kerasnya secara individu.

“Agar saat kepiting melepaskan kulitnya yang keras, kepiting lain tidak memakannya,” ujar salah satu dari 100 peneliti perempuan berprestasi di Indonesia tahun 2010 ini.

Terinspirasi ”Popeye”

Penelitian soal kepiting lunak ini hanyalah satu dari 18 judul penelitian yang telah dirampungkan Yushinta sejak menjadi dosen Unhas tahun 1989. Dari mana ibu dua anak ini memperoleh ide itu? Rupanya penelitian ini terinspirasi sosok Popeye, tokoh pelaut dalam sebuah film kartun. Sebelum bertarung menaklukkan lawan-lawannya, Popeye terlebih dulu selalu melahap bayam sebanyak-banyaknya. Alhasil, tubuh Popeye jadi kekar, bugar, dan sangat tangguh bagi lawan-lawannya.

”Dari (film kartun) Popeye, saya penasaran untuk meneliti zat yang terkandung pada bayam,” tutur Yushinta.

Rupanya, bayam, pakis, dan tumbuhan paku-pakuan mengandung ekdisteroid, sejenis hormon molting yang mempercepat kepiting dan sejenisnya untuk mengelupas kulit lama dan meremajakannya kembali.

Bersama tim dari Balai Riset Budidaya Perikanan Air Payau Kabupaten Maros, Sulsel, mulailah Yushinta melakoni langkah-langkah penelitian. Bermula dari pengukuran kadar ekdisteroid dalam tiap individu kepiting. Secara alami, untuk molting kepiting butuh ekdisteroid 500 nanogram per gram berat badannya.

Bayam

Dia memilih kepiting soka karena saat ini kepiting soka menjadi salah satu produk perikanan yang sangat prospektif di dunia internasional. Apalagi harganya tidak pernah turun. Yushi memulai riset dengan mengajukan proposal untuk biaya penelitian ke Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek).

Pada tahun pertama, dia mendapatkan biaya riset Rp80 juta. Yushi mengembangkan suatu formula penstimulasi ganti kulit dari bahan tanaman bayam. Pada awalnya kepiting yang dipakai untuk riset adalah kepiting bakau, sebelum beralih ke kepiting soka.

Yushi menjelaskan sebagai peneliti fisiologi, banyak bahan yang bisa diteliti kandungannya agar bisa merangsang proses pelunakan cangkang kepiting. Dia menemukan bayam yang biasa dipakai untuk sayuran menjadi bahan utama untuk melunakkan cangkang.

“Saya buat menjadi ekstrak bayam untuk merangsang pelepasan kulit keras secara alami. Bayam ini memiliki zat perangsang yang bisa memengaruhi hormon molting pada kepiting, untuk melepaskan cangkang atau kulit kerasnya secara alami.” paparnya.

Awalnya Yushi membeli kepiting soka kepada nelayan dengan harga Rp16.000-Rp17.000 per kilogram. Dia memilih kepiting yang sudah berusia dewasa. Setelah diberi ekstrak bayam dan ditunggu sampai dua minggu, kepiting-kepiting tersebut telah melepaskan cangkang secara alami.

“Pada usia dua minggu pascapemberian ekstrak bayam itu, langsung dipanen.”  ujarnya. Total harga produksi Rp30 ribu. Namun setelah panen, harga kepiting lunak dijual sekitar Rp55 ribu per kilogramnya.

Kelebihan kepiting lunak itu ialah saat cangkang terlepas secara alami, kalsium yang ada di dalam cangkang ditarik secara alami ke dalam tubuh kepiting.

“Sebetulnya dalam riset, kepiting dengan cangkang keras lebih rendah kalsium daripada kepiting lunak. Kepiting lunak yang kaya kalsium ini bisa menjadi penetral kolestrol dan mengendalikan gula darah pada penderita diabetes,” terangnya.

Yushi mengkomersialkan aplikasi temuannya itu. Akhirnya melalui skim penelitian program Riset Andalan Perguruan Tinggi dan Industri yang dibiayai Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, formula penstimulasi molting itu dijadikan produk unggulan yang dijual di pasaran.

Ekspor & Paten

Pada 2011, melalui program Ipteka, LIPI mensponsori penggunaan ekstrak buatan Yushinta itu dan diberi nama produk Vitomolt. Produk ekstrak itu tidak hanya berasal dari bayam. Ada juga ekstrak daun murbei.

Produk Vitomolt itu sekarang telah dipakai di UKM-UKM yang mengembangkan kepiting. Yushi juga mengembangkan riset itu melalui Kelompok Intermediasi Alih Teknologi Adykarya Tani Mandiri (KIAT ATM). Lewat kelompok itu, Yushi sudah memiliki 50 petani kepiting binaan yang dibagi menjadi enam kelompok.

“Dengan metode penstimulasi ekstrak bayam dan murbei ini, setiap hari petani kepiting ini panen. Produksi mereka sekarang ini mencapai 2-3 ton per bulan,” kata penerima Satya Lancana Karya Satya XX dari Presiden RI (2011) ini.

Panen besar itu sudah mencukupi kebutuhan konsumsi kepiting lunak di Makassar. “Makanya kami sudah mengekspor ke luar negeri melalui kerja sama dengan pengusaha di Surabaya. Kepiting lunak dari Makassar itu sudah diekspor ke Jepang, Hong Kong, hingga Amerika Serikat,” ujar Yushi bangga.

Temuan Yushi itu sudah dipatenkan di Dirjen HKI pada tahun 2008 karena sudah banyak pengusaha dari luar negeri, terutama Jepang, mulai berdatangan ke Makassar untuk mengetahui bagaimana proses pelunakan cangkang kepiting dengan cara alami.

Lewat bisnis tersebut, banyak petani diuntungkan karena kesejahteraan mereka tercukupi dan bisa menyekolahkan anak mereka ke jenjang pendidikan tinggi.

Pada tahun ini masih di bawah binaan KIAT ATM, Yushi membina UKM untuk industri kepiting lunak yang dikemas dalam bentuk kepiting lunak goreng tepung dengan merek Yushi Crab.

Bila Anda berkunjung ke Makassar, salah satu makanan khas Makassar yang kini jadi oleh-oleh favorit ialah kepiting lunak goreng tepung. Dalam satu kardus dengan berat 450 kg, harganya Rp90.000. Konsumen tinggal menggoreng kepiting yang sudah dilumuri tepung sampai matang kemudian menyantapnya dengan nasi atau hanya sebagai camilan.

Hasil risetnya pun sudah disosialisasikan lewat buku yang berjudul Budi Daya dan Bisnis Kepiting Lunak. Tahun ini Yushinta berencana mengajukan proposal riset ke Kemenristek untuk menjadikan kepiting laut dan rajungan soka berkulit lunak.

“Selama ini di dunia riset kepiting dan rajungan baru ada di Thailand. Tapi metode yang akan saya kembangkan berbeda,” janji perempuan berkacamata itu dengan penuh semangat.

Sumber: mediaindonesia.com, kompas.com